Adorned in feather cloaks reserved for hawaiian Royalty
Masyarakat pada umumnya memiliki kecenderungan melihat pakaian hanya dari satu sudut pandang yaitu fungsi. Ya, memang benar adannya fungsi pakaian dapat menutupi bagian tubuh seseorang dan melindunginya dari objek-objek luar secara langsung.
Namun tahukah kalian bahwa faktanya jika di lihat dari aspek-aspek budaya atau cultural aspects, Clothing dapat di jabarkan menjadi 3, antara lain :
1. Diferensiasi gender
2. Social Status
3. Relliigion
Nah, kita ga akan ngebahas ketiganya, namun kali ini kita mengerucutkan topik hanya ke pembahasan Clothing di lihat dari aspek budaya status sosial dan secara sadar ataupun tidak sebenarnya kalian menganut salah satu aspek dari budaya ini....
Di beberapa kalangan masyarakat, pakaian dapat digunakan untuk menunjukan peringkat, jabatan, atau status. Sebagai contoh Di Roma kuno, seorang senator hanya diizinkan untuk mengenakan pakaian yang di celup dengan Tirus ungu. Dalam masyarakat tradisional hawaii, hanya petinggi-petinggi kepada yang bisa mengenakan jubah bulu dan palao atau gigi paus berukir.
Di bawah kerajaan Travancore Kerala (India), perempuan kasta yang lebih rendah harus membayar pajak untuk hak mereka menutupi tubuh bagian atas. Di Cina, sebelum pembentukan republik, hanya kaisar yang bisa mengenakan pakaian berwarna kuning. Sejarah memberikan banyak contoh Hukum Sumpturary yang rumit yang diatur apa yang orang bisa memakai.
Dalam masyarakat tanpa hukum tersebut, yang meliputi sebagian besar masyarakat modern, status sosial adalah bukan ditandai dengan pembelian barang langka atau mewah yang di batasi oleh biaya untuk mereka yang memiliki kekayaan atau status. Selain itu, tekanan teman sebaya mepengaruhi pilihan pakaian mereka.
Sekarang ini aspek budaya status sosial di adaptasi oleh Clothing Brand sebagai bentuk diversifikasi segmen target pasar mereka berdasarkan karakter status sosial masyarakat. Sebagai contoh, kaum muda yang menganut sub-budaya jalanan tertentu sebut saja BMX, skateboard, atau seniman jalanan mereka datang dari berbagai latar belakang keluarga dan ekonomi yang berbeda, di lihat dari ilmu ekonomi mereka bisa saja tumbuh dari keluarga Low-Class, Middle-class, atau high-class.
Dari kacamata ekonomi tersebut mereka masing-masing akan memiliki karakter sosial yang berbeda, sebagai contoh lagi seorang anak muda yang tumbuh di keluarga high-end akan mengimitasi cara ayah dan ibu mereka yang mengenakan segala sesuatunya branded dan pastinya mahal. Sedangkan anak muda yang tumbuh di keluarga Middle-class memiliki 2 kemungkinan yaitu ia melakukan mobilisasi status-sosial secara sementara dengan cara membeli produk dari merek segmen high-end atau membeli berdasarkan harga. Yang terakhir adalah anak muda yang tumbuh di middle-low atau low-class, di posisi ini mereka akan cenderung membeli pakaian based on budget, bukan branded dan biasannya pakaian tersebut di produksi dalam jumlah yang mass-product dan kualitas biasa.
Nah, Jangan heran jika akhir-akhir atau sekarang ini banyak beredar clothing brand local berharga mahal. Bisa jadi mereka menerapkan diversifikasi segmen target market berdasarkan status sosial. Biasannya yang membuat harga mereka mahal adalah :
1. Di cetak dalam jumlah sedikit.
2. Tidak di cetak dua kali.
3. Pemilihan bahan khusus, berbeda dan yang terbaik, finest quality dari pada produk sejenis.
4. Di Produksi untuk di koleksi
5. Di Produksi untuk di kenakan pada acara-acara formal seperti pesta.
artikel ini di tulis sebagai wacana agar dapat menjadi bahan referensi dan pembaca menjadi lebih pintar, jika tulisan ini masih ada yang kurang tolong di tambahkan. Jadi jika Anda menginginkan dan akan membeli sebuah pakaian, ternyata berharga sedikit tidak masuk akal, coba di pertimbangkan dengan melihat aspek-aspek yang sudah di jelaskan di atas. Jika masuk akal It's worth to buy :)
Di bawah kerajaan Travancore Kerala (India), perempuan kasta yang lebih rendah harus membayar pajak untuk hak mereka menutupi tubuh bagian atas. Di Cina, sebelum pembentukan republik, hanya kaisar yang bisa mengenakan pakaian berwarna kuning. Sejarah memberikan banyak contoh Hukum Sumpturary yang rumit yang diatur apa yang orang bisa memakai.
Dalam masyarakat tanpa hukum tersebut, yang meliputi sebagian besar masyarakat modern, status sosial adalah bukan ditandai dengan pembelian barang langka atau mewah yang di batasi oleh biaya untuk mereka yang memiliki kekayaan atau status. Selain itu, tekanan teman sebaya mepengaruhi pilihan pakaian mereka.
Sekarang ini aspek budaya status sosial di adaptasi oleh Clothing Brand sebagai bentuk diversifikasi segmen target pasar mereka berdasarkan karakter status sosial masyarakat. Sebagai contoh, kaum muda yang menganut sub-budaya jalanan tertentu sebut saja BMX, skateboard, atau seniman jalanan mereka datang dari berbagai latar belakang keluarga dan ekonomi yang berbeda, di lihat dari ilmu ekonomi mereka bisa saja tumbuh dari keluarga Low-Class, Middle-class, atau high-class.
Dari kacamata ekonomi tersebut mereka masing-masing akan memiliki karakter sosial yang berbeda, sebagai contoh lagi seorang anak muda yang tumbuh di keluarga high-end akan mengimitasi cara ayah dan ibu mereka yang mengenakan segala sesuatunya branded dan pastinya mahal. Sedangkan anak muda yang tumbuh di keluarga Middle-class memiliki 2 kemungkinan yaitu ia melakukan mobilisasi status-sosial secara sementara dengan cara membeli produk dari merek segmen high-end atau membeli berdasarkan harga. Yang terakhir adalah anak muda yang tumbuh di middle-low atau low-class, di posisi ini mereka akan cenderung membeli pakaian based on budget, bukan branded dan biasannya pakaian tersebut di produksi dalam jumlah yang mass-product dan kualitas biasa.
Nah, Jangan heran jika akhir-akhir atau sekarang ini banyak beredar clothing brand local berharga mahal. Bisa jadi mereka menerapkan diversifikasi segmen target market berdasarkan status sosial. Biasannya yang membuat harga mereka mahal adalah :
1. Di cetak dalam jumlah sedikit.
2. Tidak di cetak dua kali.
3. Pemilihan bahan khusus, berbeda dan yang terbaik, finest quality dari pada produk sejenis.
4. Di Produksi untuk di koleksi
5. Di Produksi untuk di kenakan pada acara-acara formal seperti pesta.
artikel ini di tulis sebagai wacana agar dapat menjadi bahan referensi dan pembaca menjadi lebih pintar, jika tulisan ini masih ada yang kurang tolong di tambahkan. Jadi jika Anda menginginkan dan akan membeli sebuah pakaian, ternyata berharga sedikit tidak masuk akal, coba di pertimbangkan dengan melihat aspek-aspek yang sudah di jelaskan di atas. Jika masuk akal It's worth to buy :)
0 comments:
Be first shouter for this shit